BISNIS– Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, memperingatkan bahwa Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara berpotensi besar mengalokasikan sebagian besar modalnya ke Surat Berharga Negara (SBN), meskipun pilihan investasi lainnya terbatas.
Jalan buntu jika anggaran ditanamkan pada SBN
Menurut Wijayanto, meskipun Danantara menerima aliran dana sangat besar, baik dari aset BUMN maupun Rp300 triliun hasil efisiensi anggaran, pengelolaan dana tersebut akan menemui jalan buntu jika terlalu banyak ditanamkan pada SBN.
Dalam diskusi daring pada Minggu, 9 Maret 2025, Wijayanto menjelaskan bahwa investasi jangka pendek di pasar modal dinilai terlalu berisiko, dengan banyak saham spekulatif yang tidak stabil, sementara deposito berjangka hanya menawarkan imbal hasil yang sangat rendah.
Pasar modal beresiko, banyak saham gorengan
“Pasar modal saat ini berisiko karena banyak saham ‘gorengan’, dan kolamnya terlalu kecil. Deposito pun hasilnya minim,” ujar Wijayanto.
Lebih jauh lagi, Wijayanto khawatir jika Dana Danantara dipaksa masuk ke proyek strategis nasional (PSN), hal itu akan membutuhkan waktu dua tahun atau lebih untuk belanja modal yang dapat memberi dampak signifikan.
“Yang lebih buruk, Dana Danantara bisa malah ditaruh di SBN, yang justru tidak akan membawa manfaat nyata bagi perekonomian,” tambahnya.
Wijayanto menyebutkan dua dampak buruk jika Danantara akhirnya memilih SBN sebagai instrumen investasi.