15658933594163253498

“Militer di Ruang Siber : Ancaman Kebebasan Digital atau Perlindungan Negara?

banu - Rabu, 26 Maret 2025 02:00 WIB

IMG_20250326_205148
Pro Kontra Revisi Undang-Undang TNI dan Kekhawatiran Masyarakat

Revisi Undang-Undang TNI yang telah berusia dua dekade memunculkan pro dan kontra. Meskipun ada pendukung di parlemen yang mendesak percepatan pengesahan.

Kelompok masyarakat sipil seperti Digital Democracy Resilience Network (DDRN) mengungkapkan kekhawatiran terhadap potensi militerisasi ruang siber yang dapat mengancam kebebasan digital masyarakat.

Kekhawatiran Terhadap Potensi Intervensi Militer di Ruang Siber

DDRN menyoroti potensi adanya intervensi militer di ruang digital, terutama terkait dengan ancaman virtual dan kognitif seperti manipulasi sosial, polusi informasi, dan ekspresi berlebihan.

Revisi ini dikhawatirkan dapat membuka peluang penggembosan demokrasi digital serta pelanggaran hak digital seperti kebebasan berekspresi, hak atas privasi, dan hak atas informasi.

Penyalahgunaan Frasa ‘TNI Membantu Menanggulangi Ancaman Siber’

Frasa dalam Ayat 2b yang menyebutkan bahwa TNI “membantu dalam upaya menanggulangi ancaman siber” dianggap terlalu luas dan berpotensi disalahgunakan.

DDRN menyatakan bahwa militerisasi ruang siber bisa menyebabkan kebijakan koersif-militeristik seperti penyensoran, operasi informasi, dan pengetatan regulasi terkait ekspresi daring.

Pencampuradukan Perang Siber dan Operasi Sosial dalam Dokumen Satsiber TNI

DDRN juga mengkritik dokumen Satuan Siber (Satsiber) TNI yang mencampuradukkan antara operasi teknis yang menargetkan infrastruktur siber dan serangan sosial yang menargetkan pikiran manusia.

Menurut mereka, hal ini menunjukkan ambisi TNI untuk menguasai kemampuan takedown konten dan operasi kontra opini publik.

Kekhawatiran Terhadap Jabatan Sipil yang Dipegang oleh Militer

Selain itu, ketentuan yang memungkinkan prajurit TNI untuk menduduki jabatan sipil di lembaga strategis menambah kekhawatiran terkait kebijakan militeristik dalam mengatur ruang siber.

Revisi ini juga dinilai mengabaikan masalah mendesak lainnya, seperti pengaturan tanggung jawab korporasi digital dan pelaksanaan UU Perlindungan Data Pribadi (UU PDP).

Menunggu Pembahasan Lanjutan Terkait Keamanan Siber

Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid, menyatakan bahwa pembahasan lebih lanjut terkait perluasan tugas militer dalam menanggulangi ancaman siber masih akan dilakukan.

Pihaknya menunggu poin baru dari revisi UU TNI dan siap memberikan masukan jika diminta.

Dengan adanya perkembangan ini, diskusi terkait pembagian peran antara militer dan sipil dalam ruang siber akan terus berkembang, untuk memastikan kebebasan digital tetap terjaga.(*)

Tag Terkait

Bagikan

Rekomendasi

Terkini

Pengunjung

Part Of

Sumatera Ekspres Minggu

© 2025 Sumatera Ekspres Minggu. All Rights Reserved.
Design by Velocity Developer.