- Terlibat dalam pengalihan pekerjaan proyek kepada Denny Juaeni.
- Menyerahkan uang sebesar Rp30 juta kepada KPA, Antum Abdullah, dari fee pinjaman perusahaan.
- Aktif dalam pengurusan akta notaris untuk pengangkatan Denny Juaeni sebagai Kuasa Direktur.
- Memberikan fee take over senilai Rp 422 juta bersama Rizal Monoarfa kepada Pandi Atu.
- Menandatangani laporan pekerjaan yang tidak sesuai kondisi di lapangan.
- Terlibat dalam kekurangan volume dan mutu pekerjaan berdasarkan audit ahli konstruksi dan BPK.
Irfan resmi ditetapkan sebagai tersangka pada 11 Maret 2025 dan ditahan sejak 17 Maret 2025 di Rutan Polda Gorontalo, dengan perpanjangan masa tahanan hingga 15 Mei 2025.
Denny Juaeni, Penyedia yang Tak Hadiri Panggilan Penyidik
Denny Juaeni juga ditetapkan sebagai tersangka pada 21 Februari 2025. Ia diduga:
- Mengambil alih proyek dengan fee take over 17%.
- Memberikan fee senilai Rp 2,17 miliar kepada Faisal Lahay.
- Menyampaikan progres palsu kepada perusahaan asuransi.
- Meminta pembayaran material on-site yang faktanya tidak tersedia di lokasi.
- Melanggar ketentuan spesifikasi teknis pekerjaan.
- Terindikasi menerima aliran dana proyek senilai Rp358 juta secara tidak sah.
Setelah dua kali mangkir dari panggilan penyidik, Denny akhirnya dijemput paksa di kediamannya di Bogor pada 25 Maret 2025 dan ditahan keesokan harinya.
Kerugian Negara Capai Hampir Rp6 Miliar
Berdasarkan laporan hasil pemeriksaan investigatif BPK RI, negara dirugikan sebesar Rp5,97 miliar dari proyek ini. Temuan ini tertuang dalam LHP Nomor: 62/LHP/XXI/11/2024 tanggal 1 November 2024.