Kritik Pedas dari Lembaga HAM: Kekuatan Militer Semakin Menguat
Tak hanya kelompok masyarakat, organisasi hak asasi manusia (HAM) juga menentang pengesahan RUU TNI ini.
Amnesty International Indonesia mengeluarkan pernyataan keras melalui akun media sosialnya: “Kami harus #TolakRUUTNI karena DPR dan pemerintah sama sekali tidak mendengarkan suara rakyat.
RUU ini bisa memperkuat kekuasaan militer tanpa adanya jaminan peningkatan pertanggungjawaban. Militer sudah memegang senjata, jangan biarkan mereka juga memegang kuasa!”
Amnesty menyoroti dengan tajam keterlibatan militer dalam berbagai pelanggaran HAM yang belum dituntaskan.
Menurut mereka, jika militer kembali menguasai lembaga negara, peluang untuk menuntut keadilan terhadap pelanggaran HAM semakin kecil.
Apakah kita akan membiarkan institusi yang penuh noda sejarah ini semakin berkuasa?
Peringatan dari Aktivis: Ancaman Besar bagi Kesehatan Demokrasi
Peringatan semakin keras datang dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI). Organisasi ini mengecam revisi UU TNI yang mereka anggap bertentangan dengan agenda reformasi TNI menuju tentara yang profesional.
“Revisi ini membuka peluang bagi TNI untuk kembali terlibat dalam politik, bahkan ekonomi, seperti yang terjadi di masa Orde Baru.
Ini jelas berbahaya bagi prinsip-prinsip dasar negara hukum dan demokrasi kita,” tegas Arif Maulana, Wakil Ketua Bidang Advokasi YLBHI.
Kecaman serupa juga datang dari Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), yang memperingatkan bahwa jika RUU TNI disahkan, militer akan kembali berperan dalam ranah sipil.
“Reformasi 1998 menuntut militer kembali ke barak, bukan terlibat dalam urusan sipil. Jangan biarkan aturan ini melemahkan hak asasi manusia dan merusak negara hukum,” tulis ICJR dalam akun media sosial mereka.