Categories: Seni & Sastra

” Santri dan Literasi “

Tulisan : Mas Hasan Biqi Muhammad

SENI & SASTRA – Berbicara Literasi di Nusantara tentu tak akan lepas dari peran para Kyai dan pesantrennya. Di saat mayoritas bangsa Indonesia jauh mengenal aksara, mereka telah mengajarkan pegon Melayu dan Arab Jawa.

Di tengah penduduk Nusantara dilanda buta tulis dan baca, para Ulama telah mengenalkan metode sorogan, wethonan, dan syawir-nya.

Puluhan atau bahkan ratusan ribu lebih karya para Ulama Nusantara adalah bukti nyata betapa mereka telah menghidupkan tradisi literasi selama berabad lamanya.

Berpusat di ribuan surau dan pesantren yang tersebar di mana-mana, mereka menyempatkan waktu untuk mengentaskan kebodohan yang merajalela, di sela-sela kesibukan mereka yang luar biasa.

Sebagai generasi akhir yang datang belakangan, tentu kita memiliki tanggung jawab besar agar estafet perjuangan mereka tak berhenti di tengah jalan.

Konstribusi dan khidmat para Kyai di masa lalu, tidak menjadi kisah usang yang lewat berlalu, tanpa diteladani dan ditiru.

Maka melihat begitu urgennya mengupayakan kebangkitan literasi -terutama di dunia pesantren-, kami ingin mengajak para pembaca untuk melihat sekelumit mengenai dunia literasi para Santri dan Kyai di Nusantara yang kita cintai ini.

Apa Itu Literasi?

Boleh jadi istilah “Literasi” masih cukup asing bagi banyak masyarakat Indonesia, termasuk para pembaca al-Maktabah.

Coba saja tanya pada beberapa santri, ”apa itu literasi?” Kebanyakan mereka pasti hanya menggelengkan kepala, atau bila pun menjawab maka menjawab dengan asal.

Sebenarnya terdapat banyak pengertian tentang ‘literasi’, hanya saja yang termudah -menurut kami- adalah pengertian yang dikemukakan oleh Kemendikbud dalam program Gerakan Literasi Sekolah, yaitu:

kemampuan mengakses,memahami dan menggunakan sesuatu secara cerdas melalui berbagai kegiatan. Antara lain membaca melihat,menyimak,menulis, dan atau berbicara.

Sederhananya literasi adalah kemampuan membaca, menyerap, dan mengolah informasi agar menjadi menjadi bermanfa’at, baik menjadi sebuah tulisan maupun bahan pembicaraan.

Seberapa Pentingkah Literasi Bagi Santri?

Bagi santri dan seluruh pelajar Islam, literasi merupakan salah satu hal yang urgen.

Bagaimana tidak, wujudnya amalan literasi dan lahirnya berjuta literatur dalam sejarah perkembangan Islam merupakan salah satu cara Alloh ta’ala untuk mengekalkan dan menjaga agama-Nya.

Oleh karenya, tidaklah mengherankan bila dalam Agama, tinta para Ulama’ –yang merupakan salah satu media untuk berliterasi- lebih utama dari darah Syuhada’.

Baginda Nabi Shollallohu alaihi wa sallam bersabda,

Tinta Ulama’ dan darah Syuhada’ akan ditimbang maka tinta Ulama’ akan mengungguli darah Syuhada[1]

Dan benar saja, kehebatan penulisan dan pembukuan literasi Islam tercatat dalam sejarah emas umat manusia.

Di saat benua Eropa dan Dunia masih terlelap dalam kebodohan yang sangat, perpustakaan-perpustakaan maha megah umat Islam telah menyimpan ratusan ribu bahkan jutaan kitab yang sangat berharga.

Demikian pula di bumi Nusantara tercinta. Amaliyah literasi sudah terlaksana sejak berabad-abad yang lalu.

Bahkan sampai detik ini, masih banyak naskah dan manuskrip yang baru ditemukan, baik yang tersimpan berserakan di lemari pribadi para Kyai, musium atau perpustakaan dalam dan luar negeri.

Hal ini tentu saja menunjukkan bahwa para pelajar Agama atau Santri di Nusantara sedari dulu telah aktif dalam kegiatan literasi, di samping kegiatan lainnya seperti berdakwah, membaca wirid, menerima tamu, mengurusi warga sekitar, dan sebarek kesibukan lainnya.

Berikut akan kami sebutkan beberapa karya besar para Santri dan Kyai Nusantara sejak beberapa abad yang lalu, sebagai bukti betapa besarnya upaya dan jerih payah para Ulama di Nusantara dalam menghidupkan amaliyah dan tradisi literasi di berbagai bidang yang bermacam-macam:

1.As-Shirot al-Mustaqim

Adalah kitab fiqih klasik yang kompherensif pertama yang ditulis oleh salah satu penasihat Kesultanan Aceh di era Sultan Iskandar Tsani, Syaikh Nuruddin ar-Raniri pada pertengahan abad ke-17 Masehi alias empat abad yang lalu.

Karya setebal 347 halaman ini ditulis menggunakan bahasa Melayu klasik dan beraksara Arab-Melayu. Kitab bermadzhab Syafi’i ini merupakan rangkuman dari kitab Minhajut Tholibin-nya Imam Nawawi, al-Anwar-nya Imam Ardabili, Umdatus Salik-nya Ibnu Naqib, Manhajt Tullab-nya Imam Zakariyya, dan Hidayatul Muhtaj-nya Imam Ibnu Hajar.

Selain As-Shirot al-Mustaqim, beliau juga menyusun sekitar 30 kitab lainnya, diantaranya yaitu; Bustan as-Salathin (Siroh), Darul Fawa’id (Aqidah), dan Fawa’id al-Bahiyyah.

Page: 1 2 3

banu

Recent Posts

Aspirasi Ishak Mekki di OKI: Sudah Perbaiki 5.000 Rumah Tak Layak Huni

SUMEKSMINGGU.COM – Melalui aspirasi anggota DPR RI H. Ishak Mekki, program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya…

3 jam ago

Gubernur: Masjid Bukan Hanya Tempat Ibadah, tetapi Juga Pusat Peradaban

SUMEKSMINGGU.COM – Gubernur Sumatera Selatan, H. Herman Deru, menegaskan bahwa masjid tidak hanya berfungsi sebagai…

3 jam ago

Sudah Dua Kali Mangkir Rapat Mitra, Dewan OKI Minta Bupati Evaluasi Tiga Camat

SUMEKSMINGGU.COM – Sebanyak tiga dari 18 camat di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) mendapat sorotan…

3 hari ago

“Terkesan Lamban Bea Cukai Pertimbangkan Langkah Strategis Atasi Rokok Ilegal”!

"Waspada Rokok Ilegal! Trace and Track jadi Sistem Lacak Cukai Nasional HUKUM - Direktorat Jenderal…

3 hari ago

“Produsen Rokok Lawan Aturan Baru, Wanti-Wanti PHK Massal dan Anjloknya PAD”!

EKONOMI - Para pelaku industri tembakau dan peritel berencana menggugat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28…

4 hari ago

35 Pelajar OKI Masuk Finalis Kompetisi Matematika se-Indonesia

SUMEKSMINGGU.COM – Sebanyak 35 pelajar asal Ogan Komering Ilir (OKI) berhasil masuk sebagai finalis Kompetisi…

4 hari ago